BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu keadaan yang menyerupai
penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir adalah terjadinya
hiperbillirubinemia yang merupakan salah satu kegawatan pada bayi baru lahir
karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh kembang bayi.
Kelainan ini tidak termasuk kelompok penyakit saluran pencernaan
makanan, namun karena kasusnya banyak dijumpai maka harus dikemukakan.
Ikterus pada bayi baru lahir terjadi pada 25 – 50 % pada bayi cukup
bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus tidak cukup bulan (80 %) secara
fisiologis dan patologis, yang banyak
menyebabkan angka morbiditas pada bayi. Untuk menghindari hal tersebut
membutuhkan tindakan keperawatan yang tepat.
B.
Ruang Lingkup
Makalah ini membahas tentang Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Hperbillirubinemia yang meliputi tinjauan teoritis
dan asuhan keperawatan.
C.
Tujuan
- Umum
Untuk mengetahui bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada
anak dengan hiperbillirubin.
- Khusus
Untuk mengetahui bagaimana etiologi, gejala klinis, komplikasi,
pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan therapeutik pada anak dengan
hiperbillirubin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hiperbillirubin ialah suatu keadaan
dimana kadar billirubinemia mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan
kernikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik (Sarwono Prawirohardjo,
1997).
Hiperbillirubin adalah meningkatnya kadar billirubin dalam darah
yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi & Rita Y, 2001).
B.
Etiologi
1.
Peningkatan Billirubin dapat
terjadi karena polisitemia, kelainan struktur dan enzim sel darah merah,
keracunan obat, haemolosis ekstra vaskuler.
- Gangguan fungsi hati, contoh
defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu/ atresia billiari, dan
infeksi, masalah metabolik.
- Komplikasi pada kasus asfeksia,
hipoglikemia dan hipotermi.
C.
Gejala Klinis
- Tampak ikterus pada sklera, kuku,
kulit dan membran mukosa.
- Ikterus pada type obstruksi
(billirubin direk), kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh,
sedangkan ikterus yang disebabkan oleh billirubin indirek kulit tampak
kuning terang atau oren.
- Muntah, anoreksia, fatique, warna urine
gelap, warna tinja pucat.
D.
Komplikasi
- Billirubin ensepalopati (komplikasi
yang paling sering)
- Kernikterus yaitu kerusakan pada
otak akibat perlengketan billirubin indirek pada otak terutama pada corpus
striatum, talamus, nucleus sub talamus hipokampus, nucleus merah di dasar
ventrikel IV.
|
E.
Pemeriksaan Diagnostik
- Laboratorium Darah
a.
Pemeriksaan billirubin serum.
Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan
kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
b.
Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c.
Protein Serum total.
- USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang
kantong empedu.
- Radio Isotop Scan, dapat digunakan
untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia billiari.
F.
Penatalaksaan Therapeutik
- Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan
oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
- Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat
meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu.
Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
- Antibiotik, bila terkait dengan
infeksi
- Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan
foto terapi.
G.
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
- Aktivitas/ istirahat : letargi, malas
- Sirkulasi : mungkin pucat,
menandakan anemia
c.
Eliminasi : Bising usus
hipoaktif, vasase meconium mungkin lambat, faeces mungkin lunak atau coklat
kehijauan selama pengeluaran billirubin. Urine berwarna gelap.
- Makanan cairan : Riwayat pelambatan/
makanan oral buruk.
- Palpasi abdomen : dapat menunjukkan
pembesaran limpa, hepar.
- Neurosensori :
·
Chepalohaematoma besar mungkin
terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma
kelahiran.
·
Oedema umum, hepatosplenomegali
atau hidrops fetalis, mungkin ada dengan inkompathabilitas Rh.
·
Kehilanga refleks moro, mungkin
terlihat.
·
Opistotonus, dengan kekakuan
lengkung punggung, menangis lirih, aktifitas kejang.
- Pernafasan : krekels (oedema fleura)
h.
Keamanan : Riwayat positif
infeksi atau sepsis neonatus, akimosis berlebihan, pteque, perdarahan
intrakranial, dapat tampak ikterik pada awalnya
pada wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh.
i.
Seksualitas : mungkin praterm,
bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan letardasio pertumbuhan intra
uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu
diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria daripada bayi wanita.
2.
Diagnosa
- Resiko tinggi injuri b.d peningkatan
serum billirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gangguan
eksresi billirubin.
- Resiko tinggi kurangnya volume
cairan b.d hilangnya air (IWL) tanpa disadari sekunder fototerapi.
- Resiko tinggi gangguan integritas
kulit b.d fototerapi.
- Kecemasan orang tua b.d kondisi bayi
dan gangguan bonding.
- Kurang pengetahuan orang tua b.d
kurangnya pengalaman.
- Resiko tinggi injuri mata b.d
fototerapi.
3.
Rencana Keperawatan
a.
Resiko tinggi injuri b.d
peningkatan serum billirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan
gangguan eksresi billirubin.
Tujuan :
Bayi terbebas dari injuri yang ditandai dengan serum
billirubin menurun, tidak ada jaundice, rrefleks moro normal, tidak terdapat
sepsis, refleks hisap dan menelan baik.
Intervensi :
·
Kaji hiperbillirubin tiap 1 – 4
jam dan catat
·
Berikan fototerapi sesuai
program
·
Monitor kadar billirubin 4 – 8
jam sesuai program
·
Antisipasi kebutuhan transfusi
tukar
·
Monitor Hb dan Hct
- Resiko tinggi kurangnya volume
cairan b.d hilangnya air (IWL) tanpa disadari sekunder fototerapi.
Tujuan :
Bayi tidak menunjukkan tanda- tanda dehidrasi yang ditandai
dengan urine output (pengeluaran urine) kurang dari 1 – 3 ml/kg/jam, membran
mukosa normal, ubun-ubun tidak cekung, temperatur dalam batas normal.
Intervensi :
·
Pertahankan intake (pemasukan
cairan)
·
Berikan minum sesuai jadual
·
Monitor inteke dan output
(pemasukan dan pengeluaran)
·
Berikan terapi infus sesuai
program bila indikasi, meningkatnya temperatur, meningkatnya konsentrasi urine
dan cairan hilang berlebihan
·
Kaji dehidrasi, membran mukosa,
ubun-ubun, turgor kulit, mata
·
Monitor temperatur setiap 2 jam
- Resiko tinggi gangguan integritas
kulit b.d fototerapi
Tujuan :
Bayi tidak menunjukkan adanya iritasi pada lukit yang
ditandai dengan tidak terdapat rash, dan tidak ada ruam makular eritematosa.
Intervensi :
·
Inspeksi kulit setiap 4 jam
·
Gunakan sabun bayi
·
Merubah posisi bayi dengan
sering
·
Gunakan pelindung daerah
genital
·
Gunakan pengalas yang lembut
- Kecemasan orang tua b.d kondisi bayi dan gangguan bonding
Tujuan :
Orang tua tidak tampak cemas yang ditandai dengan orang
tua mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi dan aktif dalam
partisipasi perawatan bayi.
Intervensi :
·
Pertahankan kontak orang tua –
bayi
·
Jelaskan kondisi bayi,
perawatan dan pengonatannya
·
Ajarkan orang tua untuk
mengekspresikan perasaan, dengarkan rasa takut dan perhatian orang tua
- Kurangnya pengetahuan orang tua b.d
kurangnya pengalaman
Tujuan :
Orang tua memahami kondisi bayi, dan alasan pengobatan
dan berpartisipasi dalam perawatan bayi dalam pemberian minum dan pengganti
popok.
Intervensi :
·
Ajak orang tua untuk diskusi
dengan menjelaskan tentang fisiol.ogis alasan perawatan dan pengobatan
·
Libatkan dan ajarkan orang tua
dalam perawatan bayi
·
Jelaskan komplikasi dengan
mengenal tanda dan gejala, lethargi, kekakuan otot, menangis terus, kejang dan
tidak mau makan dan minum, meningkatnya
temperatur, dan tangisan yang melengking
- Resiko tinggi injuri mata b.d
fototerapi
Tujuan :
Bayi tidak mengalami injuri pada mata yang ditandai
dengan tidaka ada konjungtivitis
Intervensi :
·
Gunakan pelindung pada mata
saat fototerapi
·
Pastikan mata tertutup, hindari
penekanan pada mata yang berlebihan karena dapat menimbulkan jejas pada mata
yang tertutup atau kornea dapat tergores
jika dapat membuka matanya saat dibalut.
4.
Discharge Planning
- Ajarkan orang tua cara merawat bayi
agar tidak terjadi infeksi dan jelaskan tentang daya tahan tubuh bayi.
- Jelaskan pada orang tua pentingnya
pemberian ASI apabila sudah tidak ikterik. Namun bila penyebab bukan dari
jaundice ASI tetap diteruskan pemberiannya.
- Jelaskan pada orang tua tentang
komplikasi yang mungkin terjadi dan segera lapor dokter atau perawat.
- Jelaskan untuk pemberian imunisasi.
- Jelaskan tentang pengobatan yang
diberikan.
BAB III
KESIMPULAN
Hiperbillirubin
adalah suatu keadaan dimana kadar billirubin mencapai nilai yang mempunyai
potensi menimbulkan kernikterus, kalau tidak ditanggulangi dengan baik.
Hiperbillirubin
terjadi disebabkan oleh peningkatan billirubin, gangguan fungsi hati dan
komplikasi pada asfiksia, hipoglikemia, hipotermia. Gejala yang menonjol pada hiperbillirubin adalah ikterik.
Komplikasi yang
terjadi pada hiperbillirubin adalah billirubin ensepalopati dan kernikterus.
Pemeriksaan diagnostik pada hiperbillirubin adalah laboratorium, USG, Radio
Isotop Scan, dan penatalaksanaannya adalah fototerapi, pemberian fenobarbital,
antibiotik dan transfusi tukar.
|
DAFTAR PUSTAKA
Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I.
Fajar Inter Pratama. Jakarta
Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta
Hasan, Rusekno & Husein Alatas.
1991. Ilmu Kesehatan Anak.
Infomedika. Jakarta
Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina
Pustaka. Jakarta
Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta
Doengoes, E Marlynn &
Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana
PerawatanMaternal / Bayi. EGC. Jakarta
|
No comments:
Post a Comment