Sunday, January 29, 2017

LP BILIRUBIN


BAB  I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir adalah terjadinya hiperbillirubinemia yang merupakan salah satu kegawatan pada bayi baru lahir karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh kembang bayi.
Kelainan ini tidak termasuk kelompok penyakit saluran pencernaan makanan, namun karena kasusnya banyak dijumpai maka harus dikemukakan.
Ikterus pada bayi baru lahir terjadi pada 25 – 50 % pada bayi cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus tidak cukup bulan (80 %) secara fisiologis dan  patologis, yang banyak menyebabkan angka morbiditas pada bayi. Untuk menghindari hal tersebut membutuhkan tindakan keperawatan yang tepat.

B.     Ruang Lingkup

Makalah ini membahas tentang Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Hperbillirubinemia yang meliputi tinjauan teoritis dan asuhan keperawatan.

C.    Tujuan

  1. Umum
Untuk mengetahui bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan hiperbillirubin.
  1. Khusus
Untuk mengetahui bagaimana etiologi, gejala klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan therapeutik pada anak dengan hiperbillirubin.





BAB  II

TINJAUAN  PUSTAKA


A.    Definisi
Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik (Sarwono Prawirohardjo, 1997).
Hiperbillirubin adalah meningkatnya kadar billirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi & Rita Y, 2001).

B.     Etiologi

1.      Peningkatan Billirubin dapat terjadi karena polisitemia, kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat, haemolosis ekstra vaskuler.
  1. Gangguan fungsi hati, contoh defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu/ atresia billiari, dan infeksi, masalah metabolik.
  2. Komplikasi pada kasus asfeksia, hipoglikemia dan hipotermi.

C.    Gejala Klinis

  1. Tampak ikterus pada sklera, kuku, kulit dan membran mukosa.
  2. Ikterus pada type obstruksi (billirubin direk), kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh, sedangkan ikterus yang disebabkan oleh billirubin indirek kulit tampak kuning terang atau oren.
  3.  Muntah, anoreksia, fatique, warna urine gelap, warna tinja pucat.

D.    Komplikasi

  1. Billirubin ensepalopati (komplikasi yang paling sering)
  2. Kernikterus yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan billirubin indirek pada otak terutama pada corpus striatum, talamus, nucleus sub talamus hipokampus, nucleus merah di dasar ventrikel IV.

2
 
 

E.     Pemeriksaan Diagnostik

  1. Laboratorium Darah
a.       Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
b.      Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c.       Protein Serum total.
  1.  USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
  2. Radio Isotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia billiari.

F.     Penatalaksaan Therapeutik

  1. Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
  1. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
  1. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi
  2. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.







G.    Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian
  1. Aktivitas/ istirahat : letargi, malas
  2. Sirkulasi : mungkin pucat, menandakan anemia
c.                     Eliminasi : Bising usus hipoaktif, vasase meconium mungkin lambat, faeces mungkin lunak atau coklat kehijauan selama pengeluaran billirubin. Urine berwarna gelap.
  1. Makanan cairan : Riwayat pelambatan/ makanan oral buruk.
  2. Palpasi abdomen : dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
  3. Neurosensori :
·         Chepalohaematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran.
·         Oedema umum, hepatosplenomegali atau hidrops fetalis, mungkin ada dengan inkompathabilitas Rh.
·         Kehilanga refleks moro, mungkin terlihat.
·         Opistotonus, dengan kekakuan lengkung punggung, menangis lirih, aktifitas kejang.
  1. Pernafasan : krekels (oedema fleura)
h.      Keamanan : Riwayat positif infeksi atau sepsis neonatus, akimosis berlebihan, pteque, perdarahan intrakranial, dapat tampak ikterik pada awalnya  pada wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh.
i.        Seksualitas : mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria daripada bayi wanita.
2.      Diagnosa
  1. Resiko tinggi injuri b.d peningkatan serum billirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gangguan eksresi billirubin.
  2. Resiko tinggi kurangnya volume cairan b.d hilangnya air (IWL) tanpa disadari sekunder fototerapi.
  3. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d fototerapi.
  4. Kecemasan orang tua b.d kondisi bayi dan gangguan bonding.
  5. Kurang pengetahuan orang tua b.d kurangnya pengalaman.
  6. Resiko tinggi injuri mata b.d fototerapi.

3.      Rencana Keperawatan
a.       Resiko tinggi injuri b.d peningkatan serum billirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gangguan eksresi billirubin.
Tujuan :
Bayi terbebas dari injuri yang ditandai dengan serum billirubin menurun, tidak ada jaundice, rrefleks moro normal, tidak terdapat sepsis, refleks hisap dan menelan baik.
Intervensi :
·         Kaji hiperbillirubin tiap 1 – 4 jam dan catat
·         Berikan fototerapi sesuai program
·         Monitor kadar billirubin 4 – 8 jam sesuai program
·         Antisipasi kebutuhan transfusi tukar
·         Monitor Hb dan Hct
  1. Resiko tinggi kurangnya volume cairan b.d hilangnya air (IWL) tanpa disadari sekunder fototerapi.
Tujuan :
Bayi tidak menunjukkan tanda- tanda dehidrasi yang ditandai dengan urine output (pengeluaran urine) kurang dari 1 – 3 ml/kg/jam, membran mukosa normal, ubun-ubun tidak cekung, temperatur dalam batas normal.
Intervensi :
·         Pertahankan intake (pemasukan cairan)
·         Berikan minum sesuai jadual
·         Monitor inteke dan output (pemasukan dan pengeluaran)
·         Berikan terapi infus sesuai program bila indikasi, meningkatnya temperatur, meningkatnya konsentrasi urine dan cairan hilang berlebihan
·         Kaji dehidrasi, membran mukosa, ubun-ubun, turgor kulit, mata
·         Monitor temperatur setiap 2 jam
  1. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d fototerapi
Tujuan :
Bayi tidak menunjukkan adanya iritasi pada lukit yang ditandai dengan tidak terdapat rash, dan tidak ada ruam makular eritematosa.
Intervensi :
·         Inspeksi kulit setiap 4 jam
·         Gunakan sabun bayi
·         Merubah posisi bayi dengan sering
·         Gunakan pelindung daerah genital
·         Gunakan pengalas yang lembut
  1. Kecemasan orang tua b.d  kondisi bayi dan gangguan bonding
Tujuan :
Orang tua tidak tampak cemas yang ditandai dengan orang tua mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi dan aktif dalam partisipasi perawatan bayi.
Intervensi :
·         Pertahankan kontak orang tua – bayi
·         Jelaskan kondisi bayi, perawatan dan pengonatannya
·         Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan, dengarkan rasa takut dan perhatian orang tua
  1. Kurangnya pengetahuan orang tua b.d kurangnya pengalaman
Tujuan :
Orang tua memahami kondisi bayi, dan alasan pengobatan dan berpartisipasi dalam perawatan bayi dalam pemberian minum dan pengganti popok.
Intervensi :
·         Ajak orang tua untuk diskusi dengan menjelaskan tentang fisiol.ogis alasan perawatan dan pengobatan
·         Libatkan dan ajarkan orang tua dalam perawatan bayi
·         Jelaskan komplikasi dengan mengenal tanda dan gejala, lethargi, kekakuan otot, menangis terus, kejang dan tidak  mau makan dan minum, meningkatnya temperatur, dan tangisan yang melengking
  1. Resiko tinggi injuri mata b.d fototerapi
Tujuan :
Bayi tidak mengalami injuri pada mata yang ditandai dengan tidaka ada konjungtivitis
Intervensi :
·         Gunakan pelindung pada mata saat fototerapi
·         Pastikan mata tertutup, hindari penekanan pada mata yang berlebihan karena dapat menimbulkan jejas pada mata yang tertutup atau kornea  dapat tergores jika dapat membuka matanya saat dibalut.

4.      Discharge Planning
  1. Ajarkan orang tua cara merawat bayi agar tidak terjadi infeksi dan jelaskan tentang daya tahan tubuh bayi.
  2. Jelaskan pada orang tua pentingnya pemberian ASI apabila sudah tidak ikterik. Namun bila penyebab bukan dari jaundice ASI tetap diteruskan pemberiannya.
  3. Jelaskan pada orang tua tentang komplikasi yang mungkin terjadi dan segera lapor dokter atau perawat.
  4. Jelaskan untuk pemberian imunisasi.
  5. Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan.








BAB  III

KESIMPULAN

            Hiperbillirubin adalah suatu keadaan dimana kadar billirubin mencapai nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus, kalau tidak ditanggulangi dengan baik.
            Hiperbillirubin terjadi disebabkan oleh peningkatan billirubin, gangguan fungsi hati dan komplikasi pada asfiksia, hipoglikemia, hipotermia. Gejala yang  menonjol pada hiperbillirubin adalah ikterik.
            Komplikasi yang terjadi pada hiperbillirubin adalah billirubin ensepalopati dan kernikterus. Pemeriksaan diagnostik pada hiperbillirubin adalah laboratorium, USG, Radio Isotop Scan, dan penatalaksanaannya adalah fototerapi, pemberian fenobarbital, antibiotik dan transfusi tukar.

















8
 
 

DAFTAR  PUSTAKA


Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama. Jakarta
Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta
Hasan, Rusekno & Husein Alatas. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Infomedika. Jakarta
Prawirohadjo, Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta
Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta
Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana PerawatanMaternal / Bayi. EGC. Jakarta











 
 

No comments:

Post a Comment