LAPORAN PENDAHULUAN
EFUSI PLEURA
ADIN SUTANTO
POLITEKNIK
KESEHATAN SEMARANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
PEKALONGAN
2010
TINJAUAN
TEORI
EFUSI PLEURA
A.
Definisi
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan
dirongga pleura (Price and Wilson, 1995).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan karena terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis.
Efusi pleura bukanlah suatu disease
entity tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam
jiwa penderita.
Terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2 faktor yaitu :
- Infeksi :
-
Tuberkulosis - Abses paru
-
Pneumonitis - Abses subfrenik
- Non infeksi :
-
Karsinoma paru -
Gagal ginjal
-
Gagal hati
- Hipotiroidisme
-
Karsinoma mediastinum - Kilotoraks
-
Tumor ovarium - Emboli paru
-
Karsinoma
pleura : primer dan sekunder
-
Bendungan jantung : gagal
jantung, perikarditis konstruktiva.
B.
Etiologi
Menurut jenis cairan yang terakumulasi
etiologi efusi pleura dapat dibedakan menjadi :
1. Transudat ( filtrat plasma yang mengalir
menembus dinding kapiler yang utuh ).
Penyakit yang
menyertai transudat :
-
Gagal
jantung kiri.
- Asites pada serosis hati.
-
Sindrom
nefrotik.
- Sindrom meig’s (asites dengan
tumor
-
Obstruksi
vena kava superior. ovarium).
2.
Eksudat ( ekstravasasi cairan kedalam jaringan ).
Cairan ini dapat terjadi karena adanya :
-
Infeksi
- Infark paru
-
Neoplasma/tumor
C.
Patofisiologi
Di dalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5-15 ml cairan yang
cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis.
Cairan ini dihasilkan oleh
kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan
daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan
pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20 %) mengalir ke dalam pembuluh
limfe sehingga pasase cairan di sini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya
cairan di rongga pleura (efusi pleura) terjadi bila keseimbangan antara
produksi dan absorpsi terganggu misalnya pada hiperemia akibat inflamasi,
perubahan tekanan osmotik, (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal
jantung). Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena
disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatik tekanan osmotik
koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan
infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan
berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah
sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.
Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh efek
primer sehingga berkembang pleuritis eksudativa tuberkulosa. Pergeseran antara
kedua pleura yang meradang akan menyebabkan nyeri. Suhu badan mungkin hanya sub
febril, kadang ada demam. Diagnosis pleuritis tuberkulosa eksudativa ditegakkan
dengan pungsi untuk pemeriksaan kuman basil tahan asam dan jika perlu
torakskopi untuk biopsi pleura.
Pada penanganannya, selain diperlukan tuberkulostatik,
diperlukan juga istrahat dan kalau perlu pemberian analgesik. Pungsi dilakukan
bila cairan demikian banyak dan menimbulkan sesak napas dan pendorongan
mediastinum ke sisi yang sehat. Penanganan yang baik akan memberikan prognosis
yang baik, pada fungsi paru-paru maupun pada penyakitnya.
D.
Pengkajian
Anamnesis
Pada umumnya tidak bergejala . Makin banyak cairan yang tertimbun makin cepat dan jelas
timbulnya keluhan karena menyebabkan sesak, disertai demam sub febril pada
kondisi tuberkulosis.
- Kebutuhan istrahat dan aktifitas
- Klien mengeluh lemah, napas
pendek dengan usaha sekuat-kuatnya, kesulitan
tidur, demam pada sore atau malam hari disertai keringat banyak.
- Ditemukan adanya tachicardia,
tachypnea/dyspnea dengan usaha bernapas se-
kuat-kuatnya, perubahan
kesadaran (pada tahap lanjut), kelemahan otot , nyeri
dan stiffness (kekakuan).
- Kebutuhan integritas pribadi
-
Klien
mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan kebutuhan akan pertolongan
dan harapan.
-
Dapat
ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan kecemasan.
- Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri
-
Klien
melaporkan adanya nyeri dada karena batuk.
-
Dapat
ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi, dan kurang
istrahat/kelelahan.
- Kebutuhan Respirasi
-
Klien melaporkan batuk, baik
produktif maupun non produktif, napas pendek, nyeri dada.
-
Dapat ditemukan peningkatan
respiratory rate karena penyakit lanjut dan fibrosis paru (parenkim) dan
pleura, serta ekspansi dada yang asimetris, fremitus vokal menurun, pekak pada
perkusi suara nafas menurun atau tidak terdengan pada sisi yang mengalami efusi
pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat ditemukan
pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat ditemukan di apex paru pada
ekspirasi pendek setelah batuk.
-
Karakteristik sputum :
hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak darah.
-
Dapat
pula ditemukan deviasi trakea.
- Kebutuha Keamanan
-
Klien mengungkapkan keadaaan
imunosupresi misalnya kanker, AIDS , demam sub febris.
-
Dapat
ditemukan keadaan demam akut sub febris.
- Kebutuhan Interaksi sosial
-
Klien
mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang diderita, perubahan pola
peran.
Pemeriksaan
Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi pekak, fremitus vokal
menurun atau asimetris bahkan menghilang, bising napas juga menurun atau
hilang. Gerakan pernapasan
menurun atau asimetris, lenih rendah terjadi pada sisi paru yang mengalami efusi
pleura. Pemeriksaan fisik sangat terbantu oleh pemeriksaan radiologi yang
memperlihatkan jelas frenikus kostalis yang menghilang dan gambaran batas
cairan melengkung.
Pemeriksaan
Diagnostik
-
Kultur
sputum : dapat ditemukan positif
Mycobacterium tuberculosis
-
Apusan
darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam
-
Skin
test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48 –
72 jam setelah injeksi.
-
Foto
thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru, deposit
kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang
menghilang, serta gambaran batas cairan yang melengkung.
-
Biakan
kultur : positif Mycobacterium tuberculosis
-
Biopsi
paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)
-
Elektrolit
: tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia disebabkan oleh retensi
air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang kronis
-
ABGs
: Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru
- Fungsi paru : Penurunan vital capacity,
paningkatan dead space, peningkatan rasio residual udara ke total lung
capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.
E.
Diagnosa Keperawatan
- Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan
pertahanan primer dan sekresi yang statis
- Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya
akumulasi sekret jalan napas
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan
ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan keinginan makan sekunder
akibat dyspnea
- Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak
adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan
F.
Perencanaan dan
Rasionalisasi
1.
Resiko
tinggi penyebaran infeksi b/d Penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis
Batasan karakteristik : diagnosis tuberkulosis paru +
Kriteria hasil : Klien akan dapat :
-
Mengidentifikasi
cara pencegahan dan penurunan resiko penyebaran infeksi
-
Mendemonstrasikan
teknik/gaya hidup yang berubah untuk meningkatkan lingkungan yang aman terhadap
penyebaran infeksi.
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
Jelaskan tentang patologi
penyakit secara sederhana dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet
air borne
2.
Ajarkan klien untuk batuk dan
mengeluarkan sputum dengan menggunakan tissue.
Ajarkan membuang tissue yang sudah
dipakai serta mencuci tangan dengan baik
3.
Monitor suhu sesuai sesuai
indikasi.
4.
Observasi perkembangan klien
setiap hari dan kultur sputum selama terapi.
5.
Kolaborasi
pemberian INH, etambutol,rifampicin.
|
1. Membantuklien menyadari/menerima
prosedur pengobatan dan perawatan untuk mencegah penularan pada orang lain
dan mencegah komplikasi.
2. Membiasakan perilaku yang penting untuk
mencegah penularan infeksi
3. Reaksi febris merupakan indikator
berlanjutnya infeksi
4. Membantu memonitor efektif tidaknya
pengonbatan dan respons klien
5. Inh merupakan drug of choice untuk klien
beresiko terhadap perkembangan TB dan dikombinasikan dengan “primary drugs”
lain jhususnya pada penyakit tahap lanjut.
|
- Bersihan jalan napas tidak efektif b/d
Akumulasi sekret di jalan napas
Batasan
karakteristik :
-
Suara
napas abnormal, ritme, kedalaman napas abnormal.
-
Perubahan respiratory rate,
dyspnea, stridor.
Kriteria hasil :
-
Klien akan dapat mempertahankan
jalan napas yang paten
-
Memperlihatkan
perilaku mempertahankan bersihan jalan
napas
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
Kaji fungsi paru, adanya
bunyi napoas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot
aksesori
2.
Atur
posisi semi fowler
3.
Pertahankan
intake cairan 2500 ml/hari
4.
Kolaborasi :
-
Pemberian oksigen lemb
-
Mucolytic agent
-
Bronchodilator
-
Kortikosteroid
|
1.
Penurunan bunyi napas mungkin
menandakan atelektasis, ronchi, wheezing menunjukkan adanya akumulasi sekret,
dan ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas menyebabkan penggunaan otot
aksesori dan peningkatan usaha bernapas.
2.
Memaksimalkan ekspansi paru
dan menurunkan upaya pernafasan. Ventilasi maksimal dapat membuka area
atelektasis, mempermudah pengaliran sekret keluar
3.
Intake cairan mengurangi
penimbunan sekret, memudahkan pembersihan.
-
Mencegah
mukosa membran kering, mengurangi sekret.
-
Menurunkan sekret pulmonal
dan memfa- silitasi bersihan.
-
Memperbesar ukuran lumen pada
percabangan tracheobronchial dan menurunkan pada percabangan tracheobronchial.
-
Mengatasi respons inflamasi
sehingga tidak terjadi hipoxemia.
|
3. Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran
akveolar kapiler.
Batasan karakteristik :
-
Penurunan ekspansi dada -
Perubahan RR, dyspnea, nyeri dada.
-
Penggunaan
otot aksesori - Penurunan fremitus vokal, bunyi napas
menurun
Kriteria hasil : Klien akan dapat:
-
Melaporkan
berkurangnya dyspnea - ABGs dalam batas normal.
-
Memperluihatkan
peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
Kaji adanya dyspnea, penuruna
suara nafas, bunyi nafas tambahan, peningkatan usaha untuk bernafas, ekspansi
dada yang terbatas , kelelahan
2.
Evaluasi perubahan kesadaran
. Perhatikan adanya cyanosis , dan perubahan warna kulit, membran mukosa dan
clubbing finger
3. Dorong/ajarkan bernapas melalui mulut saat ekshalasi
4.
Tingkatkan bedrest /
pengurangi aktifitas
5.
Monitor ABGs
6.
Kolaborasi suplemen oksigen
|
1.
Tuberkulosis pulmonal dapat
menyebabkan efek yang luas, termasuk penimbunan cairan di pleura sehingga
menghasilkan gejala distress pernafasan.
2.
Akumulasi sekret yang
berlebihan dapat mengganggu oksigenasi organ dan jaringan vital
3.
Menciptakan usaha untuk
melawan outflow udara, mencegah kolaps karena jalan napas yang sempit,
membantu doistribusi udara dan menurunkan napas yang pendek
4.
Mengurangi konsumsi oksigen
selama periode bernapas dan menurunkan gejala sesak napas
5.
Penurunan tekanan gas oksigen
(PaO2) dan saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk
perubahan terapetik
6.
Mengoreksi hypoxemia yang
meyebabkan terjadinya penurunan sekunder ventilasi dan berkurangnya permukaan
alveolar.
|
Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall .2000. Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall .1995. Rencana Asuhan
dan Dokumentasi Keperawatan, Jakarta: EGC
Doengoes, Marilyn .1989. Nursing Care Plans Second Edition.
Philadelphia :
FA Davis Company
Long, Barbara C .1989. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjadjaran
Luckmann’s Sorensen .1996. Medical Surgical Nursing. Philadelphia : WB Saunders
Soeparman .1996. Ilmu Penyakit Dalam jilid 2. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Sjamsuhidajat, R .1997. Buku Ajar Ilmu Bedah,
edisi revisi. Jakarta : EGC
No comments:
Post a Comment